Aku dan Selasar Malam

Jika mata saja tidak bisa menerimaku, apalagi hati yang lembut?.
JIka pagi saja tidak ingin menyapaku, apalagi senja yang indah?.

Di selasar malam aku duduk.
Diam.
Tenggelam dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih sama?.
Keputusanku benar?.
Ini terlambat?.
Apa lebih baik tidak sama sekali.

Ini tentang masa lalu.
Yang pantas digelar. Atau disembunyikan?
Ini tentang masa lalu.
Yang bakal jadi bom diri. Atau pelukan menenangkan?

Dingin mengendap,
membisik,
menyeringai,
dan kembali menertawakan.

Asaku ingin melompati hari.
Layak pagi bertemu pagi tanpa melewati malam.
Layak senja mencumbu senja tanpa melewati siang.
Layak satu bertemu tiga tanpa melewati dua.
Mustahil.
Aku mengigau.

Dingin kembali mengendap bersama angin.
Membisik,
Menyeringai,
Dan kembali menertawakan.

Maka, biar saja aku terhuyung oleh ratapan.
Dari satu kecemasan ke kecemasan lainnya.

Moluccas, 4 November 2015

Tinggalkan Jejakmu